Rabu, 31 Oktober 2012

Sumpah Pocong-nya Nazaruddin Lebih Mungkin Dapat Dipercaya daripada Gantung Anas di Monas ( Batang Touge)

    Tempo hari waktu Nazaruddin masih dalam pelariannya di luar negeri, dan masih tidak terlacak sampai beberapa bulan, harapan bahwa dia akan ditemukan kembali semakin menipis. Bahkan banyak orang sudah mengira dia bakal tidak akan ditemukan dalam waktu yang lama.
Namun karena dari tempat persembunyiannya Nazaruddin terus melemparkan berbagai tuduhan korupsi ke banyak petinggi Demokrat, terutama sekali Anas Urbaningrum dan Angelina Sondakh, mereka pun semakin gerah.

   “Kalau dia jantan, seharusnya pulang baik-baik ke Tanah Air. Dan kalau benar punya bukti-bukti hukum seperti yang dia katakan berkali-kali di televisi itu, serahkan kepada polisi atau KPK untuk diselesaikan secara hukum”, begitu kata mereka berkali-kali ketika ditanya tentang tudingan Nazarudin itu.
Angelina Sondakh dengan gaya mencibir juga mengatakan Nazaruddin sebagai sosok laki-laki pengecut, yang tidak berani kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan perkara ini secara hukum di antara mereka. “Saya yang perempuan saja berani, masa dia laki-laki tidak berani”, kata Angelina waktu itu (Kompas.com 23 Juli 2011)..
Orang-orang ini, seperti yang pernah saya tulis dalam artikel berjudul Nazaruddin Tidak Jantan, Bagaimana dengan Anas cs? Sesungguhnya berani mengeluarkan tantangan tersebut karena merasa yakin Nazaruddin tidak bakal berani pulang, dan kecil kemungkinan dia ditemukan oleh aparat berwenang Indonesia.

    Para petinggi Demokrat itu sesungguhnya sangat mengharapkan Nazaruddin benar-benar tidak lagi bisa kembali ke Tanah Air. Kalau bisa selamanya. Sial bagi mereka, justru itu yang terjadi. Secara tak sengaja aparat keamanan di Cartagena, Columbia pada Agustus 2011 menangkap Nazaruddin. Maka Nazaruddin pun “terpaksa” dibawa kembali ke Tanah Air. Dan, mulailah topan-badai itu melanda langsung dari jarak dekat.
   
   Setelah Nazaruddin kembali dan proses hukum mulai berjalan terhadapnya, mulailah terbukti bahwa sesungguhnya siapa itu yang tidak jantan.
    
    Angelina Sondakh yang tempo hari mencibir Nazaruddin sebagai laki-laki pengecut, yang tidak punya keberanian berhadapan dengan mereka, padahal dia perempuan malah lebih berani, terbukti sekarang malah untuk mengakui punya BlackBerry sejak sebelum akhir 2010 saja tidak berani. Meskipun bukti-bukti berupa foto-foto sudah lebih dari cukup berbicara bahwa dia benar sudah punya BB sebelum akhir 2010. Demi untuk mendukung ketidakberaniannya mengakui adanya percakapan dia dengan Mindo Rosalina Manulang, yang transkripnya sudah dimiliki KPK.
Angelina Sondakh tetap membantah pernah punya BB sebelum akhir 2010. Meskipun foto seperti ini membuktikan sebaliknya.       


     Ketika dia hendak dikonfrontir kesaksiannya dengan Mindo di persidangan, entah hasil rekayasa siapa, konfrontir itu tidak jadi dilakukan dengan alasan Mindo sakit. Jelas, ada yang ketakutan kalau konfrontir itu benar-benar dilakukan.
Pada waktu memberi kesaksian di pengadilan Tipikor yang mengadili Nazaruddin pun ternyata selama memberi kesaksian itu Angelina Sondakh sekalipun tidak berani memandang ke arah Nazaruddin. Bahkan ketika Nazaruddin bertanya kepadanya, dia malah menjawabnya ke Hakim Ketua. Membuat Hakim Ketua Dharmawaningsih itu memperingatkan Angelina bahwa supaya jawabannya itu diarahkan ke terdakwa (Nazaruddin) yang bertanya. Namun Angelina tetap tak berani memandang ke arah Nazaruddin. Pertanyaan Nazaruddin malah terus dijawab dengan terlebih dahulu mengatakan, “Yang Mulia, …” Seolah-olah Hakim yang bertanya kepadanya.
*
      Bagaimana dengan Anas Urbaningrum?

    Anas juga adalah bagian dari petinggi Demokrat, — bahkan yang paling utama, yang pernah menantang Nazaruddin; kalau benar-benar jantan supaya kembali ke Tanah Air untuk mengikuti proses hukum demi membuktikan semua tuduhannya kepadanya itu.
    
    Namun anehnya, untuk menjadi saksi di pengadilan Tipikor yang sedang mengadili Nazaruddin itu saja, ternyata Anas tidak mau (tidak berani?). Dia tidak bersedia menjadi saksi, meskipun hakim tidak keberatan mendengar kesaksiannya itu. Anas menolak menjadi saksi dengan alasan “itu tidak relevan” (komentarnya Senin, 12 Maret 2012, yang ditayang Metro TV). Padahal kesaksiannya itu diperlukan untuk bisa lebih memperlancar jalannya persidangan. Bagaimana bisa Anas mengatakan kesaksiannya itu tidak relevan, sedangkan majelis hakim tidak menilainya seperti itu.
    
   Pernyataan Anas ini sama saja dengan pernyataannya baru-baru ini yang mendikte KPK yang sudah setahun ini memeriksa kasus korupsi Hambalang itu. Hari Minggu, 11 Maret 2012, Anas bilang ke KPK agar tidak perlu repot-repot mengurus kasus Hambalang itu karena semua itu hanya berasal dari ocehan, dan karangan semata. Padahal jelas0jelas di KPK itu terdiri dari orang-orang yang sangat profesional, yang pasti lebih dari bisa membedakan mana yang fiksi, mana yang fakta (hukum).
   
    Tempo hari ketika Nazaruddin baru ditangkap dan kembali ke Tanah Air, ketika ada desakan kesaksian dan keterangan Nazaruddin di KPK dikonfrontir dengan Anas Urbaningrum, KPK yang waktu itu masih diketuai Busyro Muqqodas tidak mengabulkannya. Dengan memberi alasan yang aneh: Takut kalau kedua bekas sobat kental itu dikonfrontir akan terjadi keributan di antara mereka berdua (berkelahi?). Memangnya KPK dan aparat keamaan tidak akan mampu mencegah hal itu? Saya menduga ini ada intervensi dari pihak Anas yang meminta konfrontir itu jangan dilakukan.
    
    Inidkasi ini bisa jadi benar, mengingat sampai hari ini Anas pun tidak punya keberanian untuk menjadi saksi di persidangan Nazaruddin. Kenapa Anas tidak mau memberi kesaksiannya itu? Kemungkinan besar dia takur berhadapan dengan Nazaruddin. Bahkan mungkin untuk menatap mata Nazaruddin saja Anas tidak punya nyali. Seperti yang telah terjadi dengan Angelina Sondakh. Dan, entah kenapa sampai begini lama, KPK belum juga memeriksa Anas. Belum juga menahan Angelina Sondakh setelah satu bulan lebih dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
   
   Anas hanya bisa terus mengatakan bahwa semua tuduhan Nazaruddin kepadanya itu hanyalah fiktif, ocehan dan karangan semata. Tanpa ada inisiatif sedikitpun dari pihaknya untuk melakukan sesuatu yang berupa tindakan dan bukti nyata, yang bisa meyakinkan publik bahwa semua tuduhan itu benar hanyalah fiktif (tentang ini pernah saya tulis di Kompasiana, dengan judul Anas cs Sebaiknya Berinisiatif). Berjuta-juta kali dia menyangkal, kalau hanya dengan kata-kata saja, sudah pasti itu hanya mubazir saja. Tidak ada yang percaya.
   
   Keberanian Anas hanya sebatas mengatakan: “Jika Anas terbukti melakukan korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas!” Sama seperti dengan ketika dia menantang Nazaruddin agar kembali ke Tanah Air. Waktu itu Anas (cs) berani menantang Nazaruddin seperti itu, karena dia dan kawan-kawannya yakin Nazaruddin tidak bakal kembali.
    
    Sekarang, Anas berani mengatakan, siap digantung di Monas kalau terbukti korupsi di Hambalang, karena dia yakin bahwa hukum di Indonesia tidak mungkin mempraktekkan hal demikian. Anas lupa, bahwa apabila sampai terjadi anarkisme dari rakyat, bisa jadi (kalau kelak dia terbukti) rakyat yang kemarahannya sudah lama terpendam bisa saja benar-benar menggantungkannya di Monas.
   
   Sebenarnya, Anas sampai mengucapkan kata-kata itu (“gantung Anas di Monas”) karena dia sudah geram dengan tuduhan dan kesaksian-kesaksian di persidangan yang terus-menerus menyebutkan namanya itu. Tetapi bersamaan dengan itu dia merasa tidak berdaya untuk bisa meyakinkan publik bahwa semua tuduhan dan kesaksian itu tidak benar, selain hanya membantah dengan kata-kata. Apakah ketidakberdayaan itu karena Anas memang tidak bisa membuktikan secara hukum bahwa dia memang tidak terlibat?
Menanggapi pernyataan Anas Urbaningrum yang berani menjamin bahwa dia tidak korupsi dalam proyek Hambalang, dan kalau terbukti dia siap digantung di Monas, Nazaruddin balik menantang Anas, agar kalau benar-benar berani mereka berdua melakukan sumpah pocong saja (Metro TV, 12/03/2012).




   “Kalau di dunia ini sudah rekayasa politik, kalau memang sumpah pocong itu bisa jadi bukti nyata, ayo saya berani sumpah pocong sama Anas. Siapa yang benar, siapa yang bohong. Tapi, harus benar-benar, apakah Anas berani dan bisa terealisasi,” kata Nazaruddin.
   
   Antara tantangan Anas (siap digantung di Monas) dengan tantangan Nazaruddin (sumpah pocong) ini, maka sebenarnya yang lebih mungkin bisa dilaksanakan adalah tantangan Nazaruddin. Apakah Anas berani menerima tantangan balik Nazaruddin ini?
***
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar