Selasa, 23 Oktober 2012

Laporan dari Arab Saudi

Kisah Jamaah Haji Non Kuota Tersesat di Masjidil Haram 

 Makkah, Menjadi jamaah haji ibadah khusus yang dulu disebut dengan ONH Plus tidak selamanya nyaman dan enak. Apalagi mereka naik haji tidak berdasarkan kuota yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama RI.

Mereka yang disebut dengan jamaah non kuota itu harus kucing-kucingan dengan berbagai pihak. Mereka telah membayar ongkos yang lebih mahal dari haji reguler ataupun haji khusus yang telah ditetapkan biayanya oleh pemerintah.

Mereka diiming-imingi oleh beberapa perusahaan travel bisa berangkat ke tanah suci dengan biaya sama seperti ONH Plus. Padahal perusahaan travel tersebut tidak terdaftar masuk dalam 244 perusahaan travel Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang terdaftar di Kemenag.

Mereka mencari calon jamaah haji bukan di Pulau Jawa, namun di daerah-daerah seperti Sumatera Utara, Jambi, Riau, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat hingga Kepulauan Maluku. Biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit berkisar antara Rp 70 juta - 100 juta per orang.

Berdasarkan penulusuran detikcom, sebagian besar jamaah non kuota ini berangkat dari tanah air tidak langsung terbang menuju Jeddah, Arab Saudi. Namun ada pula rombongan yang transit lebih dulu di Singapura baru meneruskan perjalanan menuju Abu Dhabi terus ke Jeddah.

Dari Jeddah rombongan sudah ditunggu oleh rekanan travel atau penghubung setempat. Mereka masuk Jeddah dan Mekkah biasanya satu minggu sebelum batas waktu penutupan atau closing death tanggal 20 Oktober pukul 24.00 WAS. Bahkan ada yang masuk beberapa jam menjelang batas waktu penutupan.

Tidak banyak rombongan jamaah non kuota ini, sekitar 20-50 orang setiap rombongan. Mereka menggunakan kendaraan langsung di bawa menuju Mekkah. Bila beruntung ada yang langsung di tempatkan di hotel-hotel yang berdekatan dengan Masjid Haram. Namun ada pula yang ditempatkan di hotel yang jauh di luar Kota Mekkah di daerah perbatasan dengan Jeddah. Mereka sering menyebutnya dengan hotel transit.

Selama di Mekkah sudah ada seorang mukimin Mekkah asal Indonesia yang bertugas menjadi guide atau pemandu. Biasanya seorang guide di sesuaikan dengan asal daerah jamaah. Kalau jamaah berasal dari Makassar, yang menjadi guide kadangkala juga berasal dari Sulawesi Selatan atau Indonesia Timur.

Bila jamaah dari NTB yang jadi guide juga orang Lombok. Bila jamaah dari Madura yang menjadi guide juga seorang mukimin dari Madura.Di tempat transit, mereka seringkali tidak mendapatkan jatah makan seperti jamaah ibadah haji khusus (ONH Plus) dengan makan ala prasmanan. Mereka ada yang harus mencari makan sendiri. Namun ada pula yang mendapatkan jatah nasi boks.

Jamaah haji reguler yang terdaftar resmi di Kemenag mengenakan gelang tangan logam dengan tanda ada nama pemakai gelang, nomer kloter dan nomer paspor. Sedangkan ibadah khusus dan non kuota hanya mengenakan gelang karet warna biru yang diberikan oleh Muasasah di Mekkah, Arab Saudi.

Seperti yang dialami Amir Fahrudin (67) jamaah asal NTB ketika tersesat di dekat Masjidil Haram oleh seseorang diantarkan ke petugas sektor di daerah Bakhutmah Namun setelah di cek dari gelang tangan yang dikenakan ternyata tidak sama.

"Saya datang baru tanggal 20 Oktober, saat salat di Masjidil Haram terpisah dari rombongan yang berjumlah 15 orang. Saya tidak tahu pintu masuknya setelah tersesat lama baru diantarkan ke petugas," ungkap Amir.

Hal serupa juga dialami oleh Bading (70) asal Makasar yang sempat tersesat selama dua hari satu malam di Masjidil Haram. Saat salat di Masjidil Haram dia juga terpisah dari rombongan. Karena tidak tahu jalan dia terpaksa tidur di sekitar masjid. Dia pun sudah berkeliling masjid beberapa kali untuk menemukan teman satu rombongan.

Saat ditemukan dan diantar ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Mekkah, kondisinya masih lemah karena tidak makan dan hanya minum air zam-zam yang ada di masjid. Di BPHI dia langsung diberikan segelas air teh hangat dan mie instan.Setelah pulih kesehatannya, dia baru bisa bercerita dengan bahasa campuran, Bahasa Indonesia dan bahasa daerah Sulawesi Selatan.

Saat ada petugas petugas dari muasasah setempat yang mengurusi jamaah, dia tidak mau naik mobil yang disiapkan. Dia mengatakan kemarin sudah naik mobil itu ternyata tidak diantar ke pemondokan, hanya diantar ke masjidil haram.

Setelah dilakukan pembicaraan agak lama, datanglah seorang mukiman Mekkah yang menjadi pemandu. Setelah melihat Bading, si pemandu membenarkan bila dia adalah jamaah tersebut satu rombongan.

"Benar itu anggota kami. Bapak sebentar kita antar pulang ke rumah. Ibu sudah menunggu di penginapan. Ibu khawatir bapak tidak ketemu," katanya.

Oleh temus yang bertugas menjadi pengemudi, Lukmanul Hakim menanyakan di mana tempat menginap. Dia mengatakan penginapan berada di daerah Murjud. Lukman pun terkaget karena daerah itu di luar kota Mekkah sekitar 15 km atau di daerah perbatasan Mekkah-Jeddah.

"Kok di situ," tanya Lukman lagi.

Sambil berkata pelan, orang yang menjadi pemandu tersebut mengatakan hotel transit saja. Lukman pun hanya melongo dengan sedikit keheranan karena ada jamaah haji yang ditempatkan di daerah itu. Karena wilayah itu sudah lama tidak ditempati jamaah dari Indonesia.

"Itu jauh sekali dan hanya dikatakan tempat transit," kata Lukman seorang mukimin yang tinggal di Mekkah lebih kurang 10 tahun.

Menteri Agama RI yang juga Amirul Haj, Suryadharma Ali menyatakan kasus penipuan dan penelantaran jamaah haji oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang tidak terdaftar di Kementerian Agama masih terjadi sampai saat ini.

Menurutnya sesuai dengan UU No 13 tahun 2008 tentang Haji, penyelenggara haji adalah kementerian agama. Oleh karena itu jika ada PIHK yang tidak terdaftar dan menyelenggarakan haji, itu ilegal.

"Perjalanan keluar negeri untuk jalan-jalan atau urusan bisnis berbeda dengan perjalanan naik haji ke tanah suci. Sesuai Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008, penyelenggaraan haji diatur oleh Kementerian Agama," katanya.

Menurut Suryadharma, jamaah haji yang diberangkatkan oleh PIHK yang tidak resmi biasanya menggunakan visa non kuota. Namun dia juga heran, jamaah non kuota bisa sampai Jeddah hingga Makkah.

"Bahkan ada yang tidak bisa pulang ke Tanah karena tidak ada tiket. Atau begitu sampai mereka ditelantarkan tanpa ada yang mengurus. Pada akhirnya karena mereka warga negara Indonesia juga menjadi tanggungjawab pemerintah untuk mengurus mereka," katanya.

Karena banyak PIHK yang tidak bertanggungjawab menurut dia saat di Armina juga mereka tidak mendapatkan hak makanan mereka. Akibatnya mereka terlantar dan masuk ke tenda jamaah resmi. Selain itu jika mereka meninggal dunia, pengurusannya pun memakan waktu.

"Akhirnya mereka bergabung ke tenda jamaah resmi dan makan makanan yang disediakan untuk jamaah resmi," tegasnya.

Dia mengingatkan agar muslim Indonesia tidak memaksakan diri berangkat ke tanah suci, jika belum mendapatkan porsi. Akibat terlalu memaksakan diri, akhirnya banyak masyarakat yang tertipu oleh biro travel nakal. "Sudah ada pimpinan travel yang berurusan dengan kepolisian," pungkas dia.

Seemntara itu Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Anggito Abimanyu menegaskan sekitar 15 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang terindikasi menyelenggarakan pelayanan ibadah haji dibawah standar. Kalau kelimabelas PIHK tersebut terbukti melanggar,

Kementerian Agama akan melakukan teguran hingga penutupan operasional. Dia mengatakan ada sekitar 244 PIHK yang resmi terdaftar di Kemenag. "Kalau sifatnya penipuan, merugikan jemaah, mengambil uang hak-hak jemaah, maka akan kami tindak," tuturnya.

Menurut dia, banyak jamaah yang membayar setoran awalnya melalui PIHK/travel. Travel tidak menyetor ke rekening Menteri Agama di perbankan yang ditunjuk sehingga tidak mendapatkan porsi.

"Kami persilahkan calon jemaah yang tertipu, yang tidak jadi berangkat mengadu ke pihak polisi supaya ada delik pengaduan, delik penipuan. Calon jemaah tidak berangkat karena tidak memperoleh visa dari Kedutaan Arab Saudi,” katanya.

Anggito menambahkan sudah ada Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kedutaan Arab Saudi, setelah Ramadhan lalu. Isinya, semua pemberian visa, disampaikan kepada Kementerian Agama RI.

"Disisi lain, Kedutaan Arab Saudi berhak memberikan visa kepada tamu-tamunya, kepada ormas, kepada Kementerian-Kementerian tertentu. Namun kami tetap meminta untuk diinformasikan kepada kami," pungkas dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar