Laporan dari Arab Saudi
Kisah Jamaah Haji Non Kuota Tersesat di Masjidil Haram
Makkah,
Menjadi jamaah haji ibadah khusus yang dulu disebut dengan ONH Plus
tidak selamanya nyaman dan enak. Apalagi mereka naik haji tidak
berdasarkan kuota yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama RI.
Mereka
yang disebut dengan jamaah non kuota itu harus kucing-kucingan dengan
berbagai pihak. Mereka telah membayar ongkos yang lebih mahal dari haji
reguler ataupun haji khusus yang telah ditetapkan biayanya oleh
pemerintah.
Mereka diiming-imingi oleh beberapa perusahaan travel
bisa berangkat ke tanah suci dengan biaya sama seperti ONH Plus.
Padahal perusahaan travel tersebut tidak terdaftar masuk dalam 244
perusahaan travel Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang terdaftar
di Kemenag.
Mereka mencari calon jamaah haji bukan di Pulau
Jawa, namun di daerah-daerah seperti Sumatera Utara, Jambi, Riau,
Madura, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat hingga Kepulauan
Maluku. Biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit berkisar antara Rp 70
juta - 100 juta per orang.
Berdasarkan penulusuran detikcom,
sebagian besar jamaah non kuota ini berangkat dari tanah air tidak
langsung terbang menuju Jeddah, Arab Saudi. Namun ada pula rombongan
yang transit lebih dulu di Singapura baru meneruskan perjalanan menuju
Abu Dhabi terus ke Jeddah.
Dari Jeddah rombongan sudah ditunggu
oleh rekanan travel atau penghubung setempat. Mereka masuk Jeddah dan
Mekkah biasanya satu minggu sebelum batas waktu penutupan atau closing death tanggal 20 Oktober pukul 24.00 WAS. Bahkan ada yang masuk beberapa jam menjelang batas waktu penutupan.
Tidak
banyak rombongan jamaah non kuota ini, sekitar 20-50 orang setiap
rombongan. Mereka menggunakan kendaraan langsung di bawa menuju Mekkah.
Bila beruntung ada yang langsung di tempatkan di hotel-hotel yang
berdekatan dengan Masjid Haram. Namun ada pula yang ditempatkan di hotel
yang jauh di luar Kota Mekkah di daerah perbatasan dengan Jeddah.
Mereka sering menyebutnya dengan hotel transit.
Selama di Mekkah
sudah ada seorang mukimin Mekkah asal Indonesia yang bertugas menjadi
guide atau pemandu. Biasanya seorang guide di sesuaikan dengan asal
daerah jamaah. Kalau jamaah berasal dari Makassar, yang menjadi guide
kadangkala juga berasal dari Sulawesi Selatan atau Indonesia Timur.
Bila
jamaah dari NTB yang jadi guide juga orang Lombok. Bila jamaah dari
Madura yang menjadi guide juga seorang mukimin dari Madura.Di tempat
transit, mereka seringkali tidak mendapatkan jatah makan seperti jamaah
ibadah haji khusus (ONH Plus) dengan makan ala prasmanan. Mereka ada
yang harus mencari makan sendiri. Namun ada pula yang mendapatkan jatah
nasi boks.
Jamaah haji reguler yang terdaftar resmi di Kemenag
mengenakan gelang tangan logam dengan tanda ada nama pemakai gelang,
nomer kloter dan nomer paspor. Sedangkan ibadah khusus dan non kuota
hanya mengenakan gelang karet warna biru yang diberikan oleh Muasasah di
Mekkah, Arab Saudi.
Seperti yang dialami Amir Fahrudin (67)
jamaah asal NTB ketika tersesat di dekat Masjidil Haram oleh seseorang
diantarkan ke petugas sektor di daerah Bakhutmah Namun setelah di cek
dari gelang tangan yang dikenakan ternyata tidak sama.
"Saya
datang baru tanggal 20 Oktober, saat salat di Masjidil Haram terpisah
dari rombongan yang berjumlah 15 orang. Saya tidak tahu pintu masuknya
setelah tersesat lama baru diantarkan ke petugas," ungkap Amir.
Hal
serupa juga dialami oleh Bading (70) asal Makasar yang sempat tersesat
selama dua hari satu malam di Masjidil Haram. Saat salat di Masjidil
Haram dia juga terpisah dari rombongan. Karena tidak tahu jalan dia
terpaksa tidur di sekitar masjid. Dia pun sudah berkeliling masjid
beberapa kali untuk menemukan teman satu rombongan.
Saat
ditemukan dan diantar ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Mekkah,
kondisinya masih lemah karena tidak makan dan hanya minum air zam-zam
yang ada di masjid. Di BPHI dia langsung diberikan segelas air teh
hangat dan mie instan.Setelah pulih kesehatannya, dia baru bisa
bercerita dengan bahasa campuran, Bahasa Indonesia dan bahasa daerah
Sulawesi Selatan.
Saat ada petugas petugas dari muasasah setempat
yang mengurusi jamaah, dia tidak mau naik mobil yang disiapkan. Dia
mengatakan kemarin sudah naik mobil itu ternyata tidak diantar ke
pemondokan, hanya diantar ke masjidil haram.
Setelah dilakukan
pembicaraan agak lama, datanglah seorang mukiman Mekkah yang menjadi
pemandu. Setelah melihat Bading, si pemandu membenarkan bila dia adalah
jamaah tersebut satu rombongan.
"Benar itu anggota kami. Bapak
sebentar kita antar pulang ke rumah. Ibu sudah menunggu di penginapan.
Ibu khawatir bapak tidak ketemu," katanya.
Oleh temus yang
bertugas menjadi pengemudi, Lukmanul Hakim menanyakan di mana tempat
menginap. Dia mengatakan penginapan berada di daerah Murjud. Lukman pun
terkaget karena daerah itu di luar kota Mekkah sekitar 15 km atau di
daerah perbatasan Mekkah-Jeddah.
"Kok di situ," tanya Lukman lagi.
Sambil
berkata pelan, orang yang menjadi pemandu tersebut mengatakan hotel
transit saja. Lukman pun hanya melongo dengan sedikit keheranan karena
ada jamaah haji yang ditempatkan di daerah itu. Karena wilayah itu sudah
lama tidak ditempati jamaah dari Indonesia.
"Itu jauh sekali dan hanya dikatakan tempat transit," kata Lukman seorang mukimin yang tinggal di Mekkah lebih kurang 10 tahun.
Menteri
Agama RI yang juga Amirul Haj, Suryadharma Ali menyatakan kasus
penipuan dan penelantaran jamaah haji oleh Penyelenggara Ibadah Haji
Khusus (PIHK) yang tidak terdaftar di Kementerian Agama masih terjadi
sampai saat ini.
Menurutnya sesuai dengan UU No 13 tahun 2008
tentang Haji, penyelenggara haji adalah kementerian agama. Oleh karena
itu jika ada PIHK yang tidak terdaftar dan menyelenggarakan haji, itu
ilegal.
"Perjalanan keluar negeri untuk jalan-jalan atau urusan
bisnis berbeda dengan perjalanan naik haji ke tanah suci. Sesuai
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008, penyelenggaraan haji diatur oleh
Kementerian Agama," katanya.
Menurut Suryadharma, jamaah haji
yang diberangkatkan oleh PIHK yang tidak resmi biasanya menggunakan visa
non kuota. Namun dia juga heran, jamaah non kuota bisa sampai Jeddah
hingga Makkah.
"Bahkan ada yang tidak bisa pulang ke Tanah karena
tidak ada tiket. Atau begitu sampai mereka ditelantarkan tanpa ada yang
mengurus. Pada akhirnya karena mereka warga negara Indonesia juga
menjadi tanggungjawab pemerintah untuk mengurus mereka," katanya.
Karena
banyak PIHK yang tidak bertanggungjawab menurut dia saat di Armina juga
mereka tidak mendapatkan hak makanan mereka. Akibatnya mereka terlantar
dan masuk ke tenda jamaah resmi. Selain itu jika mereka meninggal
dunia, pengurusannya pun memakan waktu.
"Akhirnya mereka bergabung ke tenda jamaah resmi dan makan makanan yang disediakan untuk jamaah resmi," tegasnya.
Dia
mengingatkan agar muslim Indonesia tidak memaksakan diri berangkat ke
tanah suci, jika belum mendapatkan porsi. Akibat terlalu memaksakan
diri, akhirnya banyak masyarakat yang tertipu oleh biro travel nakal.
"Sudah ada pimpinan travel yang berurusan dengan kepolisian," pungkas
dia.
Seemntara itu Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah
(PHU) Kementerian Agama, Anggito Abimanyu menegaskan sekitar 15
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang terindikasi
menyelenggarakan pelayanan ibadah haji dibawah standar. Kalau
kelimabelas PIHK tersebut terbukti melanggar,
Kementerian Agama
akan melakukan teguran hingga penutupan operasional. Dia mengatakan ada
sekitar 244 PIHK yang resmi terdaftar di Kemenag. "Kalau sifatnya
penipuan, merugikan jemaah, mengambil uang hak-hak jemaah, maka akan
kami tindak," tuturnya.
Menurut dia, banyak jamaah yang membayar
setoran awalnya melalui PIHK/travel. Travel tidak menyetor ke rekening
Menteri Agama di perbankan yang ditunjuk sehingga tidak mendapatkan
porsi.
"Kami persilahkan calon jemaah yang tertipu, yang tidak
jadi berangkat mengadu ke pihak polisi supaya ada delik pengaduan, delik
penipuan. Calon jemaah tidak berangkat karena tidak memperoleh visa
dari Kedutaan Arab Saudi,” katanya.
Anggito menambahkan sudah ada
Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kedutaan Arab Saudi, setelah
Ramadhan lalu. Isinya, semua pemberian visa, disampaikan kepada
Kementerian Agama RI.
"Disisi lain, Kedutaan Arab Saudi berhak
memberikan visa kepada tamu-tamunya, kepada ormas, kepada
Kementerian-Kementerian tertentu. Namun kami tetap meminta untuk
diinformasikan kepada kami," pungkas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar